Minggu, 27 Januari 2008

sakit jiwa ada banyak banget...

waktu baca laskar pelangi, cukup terenyuh soale si penulis mendeskripsikan bahwa sakit gila itu ada bermacam-macam. dulu sih biasa aja nanggapinnya, sekarang lagi stase di bagian jiwa ternyata ketemu macem-macem penyakit jiwa ampe kadang serem juga jangan-janga sendirinya ketularan sakit jiwa gara-gara sering ketemu pasien sakit jiwa

Rabu, 16 Januari 2008

Listen to The God’s Voice

By Susantina, 15 januari 2008


Manusia adalah makhluk yang unik. Bisa dibilang Tuhan ciptakan manusia sebagai perpaduan dua makhluk yang telah diciptakan sebelumnya. Dua makhluk itu adalah malaikat dan iblis. Manusia dapat menjadi taat kepada tuhannya seperti taatnya malaikat menjalankan segala perintah-Nya. Di sisi lain, manusia punya nafsu yang dimiliki oleh iblis. Dengan keunikan itu, manusia dapat memiliki derajat yang lebih baik dan bahkan lebih tinggi dari malaikat dengan optimalisasi ketaatan kepada-Nya. Dengan keunikan itu juga, manusia dapat menjadi makhluk yang lebih rendah derajatnya daripada iblis bila dia mengoptimalkan hawa nafsunya.

Paragraf indah ini sepertinya memang cocok untuk mengisi mentoring. Tapi jangan salah, bisa jadi tulisan di atas menjadi sarana pembenaran bagi orang-orang yang merasa sulit berbuat baik dengan alasan: itulah gunanya nafsu, atau siapa suruh gua dikasih nafsu?

Tapi nyatanya memang benar kan? Saya pribadi kadang merasa menjadi pribadi yang baik, stabil, mandiri, bekerja dengan baik, bersyukur, dan merasa bahagia. Kadang, saya pun merasa menjadi orang yang tidak berguna, tidak tahu tujuan hidup, tidak bersyukur, dan kadang berpikiran dan berperilaku buruk tentang banyak hal. Orang bilang hal seperti itu adalah wajar karena manusia memang dinamis. Yang penting saat kita turun ke dalam kelemahan (being bad person), bersegeralah untuk bangkit dan kembali mencapai kondisi stabil, bahkan kondisi puncak bila memungkinkan (being a good person).

Dalam sebuah buku, saya menemukan catatan sang penulis mengenai god voice. God voice atau suara hati sebenarnya ada dalam hati kita. Sayangnya, seringkali kita mengabaikannya (karena volumenya sangat rendah) dan mendengarkan suara-suara lain yang lebih nyaring. Awalnya saya hanya meyakini keberadaan God voice ini sebagai tambahan ilmu saja. Wallahu ‘alam, betul atau tidaknya saya tidak pernah mengalami, atau mungkin sama seperti yang lain yang dikatakan dalam buku tersebut, tidak pernah mendengarkan karena terlalu banyak suara yang lebih nyaring, bahkan bising di sekitar kita.

Namun, kejadian yang baru saya alami ini mengingatkan saya betapa god voice harus dicari, terlebih bila volumenya memang sudah mengecil. Kenapa? Begini ceritanya...

Beberapa hari yang lalu, saya bertemu dengan beberapa orang teman (bisa dibilang sahabat) lama. Singkat cerita, karena kangen dan lama tak berkumpul, kami memutuskan untuk sekadar ‘kongkow’ sambil makan-makan. Tradisi yang biasa kami lakukan bukan ‘kongkow di kafe atau dugem, kami lebih suka berkumpul di rumah atau tempat tertentu. Saat itu yang terpilih adalah rumah saya. Segera saya mengontak ibu di rumah dan mengatakan rencana kongkow kami di rumah. Setelah ibu mengizinkan, saya segera memberitahu teman-teman saya. Jujur, senang sekali rasanya bisa berkumpul kembali bersama teman-teman. Mereka bukan hanya teman biasa, persaudaraan yang kami bangun sudah berusia lebih dari 6 tahun. Dengan latar belakang dan perjalanan hidup yang beragam di antara kami, tentu akan banyak objek pembicaraan yang akan menarik nanti. Selain kenangan masa lalu, perjalanan hidup masing-masing selama kurun waktu kami terpisah tentu menjadi bahan bakar utama kongkow nanti.

Ternyata, rencana tak berjalan semulus yang kami rangkai. Beberapa orang mengalami hambatan untuk hadir. Satu orang masih berada di luar kota. Satu lagi masih harus bekerja untuk meliput berita. Yah, situasi dan kondisi memang sudah berubah. Perbedaan profesi yang ada pada kami di satu sisi dapat mempersulit. Pada jam 8 malam baru tiba 2 orang saja. Saya pun tak jadi mengajak teman yang perempuan karena sudah terlalu malam. Nampaknya kongkow kita akan garing bila hanya bertiga.

Ibu kemudian bertanya kenapa hanya dua orang yang datang. Saya jelaskan kepada beliau bahwa sebetulnya ada dua orang lagi yang baru akan tiba sekitar jam 11 nanti, kalau boleh menginap, mungkin kami akan punya waktu lebih banyak. Tak diduga, ibu mengizinkan teman-teman (yang semuanya laki-laki) untuk menginap.

Saya cukup senang (dan agak kaget) karena ternyata (bisa dibilang) ibu sudah menganggap teman-teman saya sebagai bagian dari keluarga sehingga tidak bermasalah bila harus menginap. (jujur lho... sebelumnya ibu tidak pernah mengizinkan teman laki-laki dari anak perempuannya untuk menginap di rumah, apalagi ditambah begadang + ‘ngerampok’ makanan)

Singkat cerita, setelah perut kenyang, kami kongkow dan mulai membuka forum. Posisi tubuh tentu dengan gaya masing-masing dong. Saya sendiri sudah standby dengan bantal, guling, dan selimut karena dingin dan sudah mulai mengantuk. Macam-macam tema yang diangkat, mulai dari film, musik, berita, liputan, sampai penerawangan masa depan kita dan prediksi jodoh masing-masing. Maklum, kita semua memiliki predikat JTO alias Jomlo Ti Orok... hehehe.

Waktu terasa sangat cepat berlalu. Di sela-sela tayangan bola, ada selintas pikiran yang lewat benak saya. secara jujur langsung saya tanyakan pada mereka sesuatu yang tiba-tiba terlintas itu.

Saya tahu mereka pun sadar bahwa saya adalah jilbaber, bisa dibilang agak panjang. Tapi malam ini kita kongkow bareng (pasti ada ketawa-ketawa dll dunk, suasana cair dan saling ejek sudah biasa...), saya sebagai perempuan sendiri, dan kalian laki-laki bertiga. Apa ini cukup baik? Saya tidak mau dibilang ‘murahan’ karena menginap bersama (meskipun di rumah sendiri) dengan 3 orang laki-laki yang jelas-jelas bukan muhrim saya. Saya tanyakan penilaian mereka terhadap saya.

Mereka menjawab : “ngga koq San, kamu ga murahan. Kamu bakal dibilang murahan kalo kamu menjual sesuatu dan dihargai dengan sangat murah. Sekarang kamu sedang tidak menjual apapun kan? Lagian kita ga mau beli kalo lu jual... hehehe...”

“iya, tapi berkumpul di pagi buta bersama kalian? Apa tidak terasa ganjil? Sesat-sesat gini gua juga akhwat lho...”

“gapapa tuh, mungkin kalo akhwat lain apa-apa, tapi karena kamu temen kita semua dan udah kenal lama, ya gapapa...”

“emang kamu ngerasa ga enak hati?”

“gatau sih, tapi iya juga, saya ngerasa ada yang ga beres gitu... kesannya gw bukan akhwat yang terjaga.. ”

“kalo urusan penjagaan diri, saya menganggap kita semua sudah dewasa. Jadi, penjagaan diri itu adalah tanggung jawab individu. Lalu, kamu merasa sesuatu ga beres, itu suara hati San, berarti memang kamu ga nyaman berkumpul malam-malam bersama kita. Emang sih, kalo sering-sering kongkow malem ga terlalu baik.”

‘trus, kalo ga ikutan nginep-nginep kayak gini... pasti khilangan momen ama kalian dong?”

“kita siasati saja, mungkin kongkownya ga harus malem, bisa koq kita cari waktu yang tepat di siang hari, atau sore-sore dan jangan sampai terlalu malam juga.”

“satu lagi, mengenai suara hati tadi, saya sepakat dengan kamu, kalo merasa ada yang hilang, harus dicari tuh! Jangan pernah mematikan suara hati kamu.”

“okay, thanks for the advice... “

Setelah itu kongkow berlanjut lagi. Sekitar jam 3 lewat saya baru pindah ke kamar saya, ngantuk banget. Paginya, kita semua terbangun dalam keadaan kurang tidur... hehehe. Sebetulnya yang paling menderita jelas saya karena harus kembali beraktivitas sementara yang lain memiliki kebebasan untuk mengatur jadwal masing-masing. Hhh... memang tidak enak kalau belum lulus.

Apa yang saya dapat? Disini saya merasakan secara langsung mendengar sesuatu yang disebut god voice. Dan memang, god voice bisa datang kapan saja, dimana saja, bahkan dalam kondisi kita berseberangan dengan hakikat god voice tersebut. Jangan heran bila hidayah bisa datang pada orang paling bejat seantero dunia. Jangan heran juga bila kita melihat fenomena perubahan drastis dari seseorang yang tidak kita sangka-sangka. God voice bisa tiba-tiba muncul di tengah kecamuk logika yang memadati otak kiri kita.

Kadang, dalam keseharian kita sering menafikan god voice karena mendengar suara bising di luar sana. Kita lalai mendengar god voice ketika menyontek karena suara bising di luar mengatakan kamu akan punya nilai bagus bila nyontek. Kita lalai mendengar god voice saat azan berkumandang karena suara bising di luar mengatakan sayang bila seminar ini ditinggalkan atau sayang bila episode ini terlewatkan. Kita lalai meresapi god voice saat akan dugem bersama teman-teman karena suara bising di luar sana mengatakan bahwa kamu akan kehilangan persahabatan bila tidak berangkat bersama.

Saya mungkin termasuk orang yang takut akan kehilangan persahabatan dan teman karena saya termasuk orang yang takut sendirian. Namun, ketika god voice bicara, teman-teman saya ternyata tidak meninggalkan saya, mereka malah menguatkan saya untuk selalu mendengarkan god voice tersebut. Lagipula, apa bisa dibilang teman yang baik bila teman itu malah menambah suara bising di luar sana dan meredam god voice?

Besoknya, saya menceritakan pengalaman saya kepada salahseorang senior saya dan meminta pendapatnya. Dia hanya berkomentar bahwa saya harus bersyukur masih dapat mendengar god voice tersebut karena bisa jadi seseorang menjadi tidak peka saat mendengar god voice ketika telinganya telah penuh dengan kebisingan semua duniawi.

Alhamdulillah... saya berterima kasih dan memuji-Mu ya Allah, karena telah menanamkan god voice dalam hatiku. Tapi aku jadi ingin bertanya, apakah Kau tanamkan juga Demon voice atau Satan voice dalam jiwa manusia? Then which one will win the battle?

Kamarkosansambilbelajardalemtapimaleskarenagadengergodvoiceuntukbelajarsemogaujiandalembesokdiberiyangterbaikamin. Finish@17:14

Sabtu, 12 Januari 2008

kosong

akhir-akhir ini sering banget kosong...

susah juga jadi dokter