Rabu, 25 Juni 2008

Aaagrhhh… ACTING!!!

People change!

Selain kata ‘beruntung’, frase di atas adalah salahsatu frase yang lumayan sering dilontarkan oleh senior dokter muda atau bahkan senior yang sudah menjadi residen. Begitu besarnya pengaruh ekosistem rumah sakit membuat orang bisa kelihatan aslinya atau malah kehilangan sifat asli. Mengenai mana yang benar (kehilangan, berubah, atau terlepas kedoknya) emang ga jelas… yang pasti ada perubahan (Δ [baca : delta] ) dalam diri manusia-manusia yang bergelut di rumah sakit.

Kalo urusan penampilan fisik atau perilaku, terlalu panjang dibahas disini, mungkin sesi berikutnya ya… Yang dibahas sekarang kayaknya emang rada garing dan cukup membosankan (eits, jangan underestimated dulu) yaitu tentang sistem belajar.

Buat adek2 yang sistem PBL si kayaknya udah biasa n jadi makanan sehari-hari dengan diskusi. Buat kami2, apalagi yang ga jago ngomong, ngemeng, atau ngecap, alias tidak logore atau memiliki kelainan mutisme, program diskusi (yang digelar tiap hari) menjadi siksaan tersendiri. Bukan karena bego atau retardasi mental, di otaknya udah kebayang jawabannya gimana, tetapi impuls ke N.XII yang ngatur pergerakan lidah rada-rada korslet, akibatnya gelagapan. Mungkin juga sih ada spasme di plica vocalisnya… atau juga sinaps-sinaps di otaknya belum terangkai sempurna membentuk pola pikir analitis yang cenah katanya dokter itu kudu bisa berfikir induktif.

Yang namanya sistem bikinan manusia emang ga sempurna. Iya ga? Pasti aja ada cacatnya. Akibat sebuah pembiasaan, kita tidak hanya terampil menghafal dan menguasai mekanisme sebuah sistem, tetapi juga tahu kelemahan sistem tersebut. Sialnya, emang balik ke nurani sih (duh… kuliah etdok deh… jadi inget preseptor di forensik ^ o ^ ). Kalo orang yang imannya tebel, tahu ada kelemahan, langsung dia cari solusinya supaya tidak makin lemah dan memberikan nilai guna lebih tinggi di masa depan. Iya kan? Nah, buat orang-orang yang imannya tipis, transparan, atau bahkan koyak (na’udzubillahi min dzalik) kelemahan sebuah sistem justru dimanfaatkan untuk menumpuk keuntungan pribadi.

Mungkin hal ini memang terjado pada kelompok kami di bagian Ilmu Kesehatan xxxx (maaph, untuk segala jenis norma dan nilai-nilai kebenaran yang makin jarang di muka bumi ini, nama bagian tersebut saya sensor). Alhamdulillah, kami mendapat seorang preseptor (pembimbing) yang sudah bergelar Profesor. Dari gelarnya aja jelas, beliau mempunyai ilmu yang sudah sangat wuihhh!!! Alias pinter pisan. Walhasil, tiap bimbingan sama beliau pasti deh keluar ilmu-ilmu ‘dewa’ yang membuat kami sedikit bahagia karena tidak perlu berpikir keras menduga-duga kemungkinan diagnosis pasien yang kami hadapi soale beliau doyang ‘nyuapin’ ga maksa kita mikir sendiri. Toh, beliau sepertinya tidak terlalu peduli dengan kasus yang kami hadapi, yang penting kami tau poin-poin pentingnya. Saat diskusi, yang penting adalah seberapa sering kami mengangkat tangan untuk ‘bertanya’ (sebenernya, kadang ga ngerti musti nanya apa, seringnya presentan membuat pertanyaan yang nanti dibagikan kepada tiap audiens buat acting nanti, hehehe…).

Awalnya coba-coba, ternyata berhasil!! Sambil ngotak-ngatik communicator atau desktopnya, prof sendiri kadang ngga ngeh kita nanya apa. Yang pasti dia selalu nanya : ini siapa yang lagi nanya? Dan nama itulah yang dicontreng di catatan kecilnya… dari sanalah kami tahu bahwa makin sering kami angkat tangan untuk bertanya, makin banyak contrengan di kertas beliau. Artinya makin besar poin yang kami kumpulkan.

Kembali ke penjelasan awal, sebuah sistem pasti ada lemahnya. Kami pun belajar ngemeng dan ngecap sebuah pertanyaan murahan menjadi bernada intelek dan terkesan njelimet. Padahal, sebelum presentasi, pertanyaan dan jawaban sudah kami tentukan sebelumnya. Hal tersebut berjalan dengan sangat mulus sampai tiap mau preseptoran (istilah yang kami gunakan saat akan bertemu dengan preseptor) kami selalu bilang mau ‘acting’…

Dan kayaknya sang profesor pun makin mengerti pola pikir kami. Sambil tersenyum simpul dalam hati beliau bergumam… aaaarrrggghhhh!!! ACTINGGGGG!! Hehehe… sorry prof… namanya juga mahasiswa…


We love U Prof… thanks untuk semua ilmu dan ilmu ‘dewa’ serta segala pengertianmu atas segala keterbatasan kami. Moga ilmu yang kami dapat bermanfaat… amin!!

Tidak ada komentar: