Rabu, 25 Juni 2008

Jangan pernah percaya dengan KEBERUNTUNGAN,

Jangan pernah percaya dengan KEBERUNTUNGAN,
Berusahalah, dan berjuang supaya Anda tidak SIAL


Ferry Syahroni…

Allen Andhika…

Albine Juan Carlos…

Muhamad Gindo Asmara…

Muhamad Erias Erlangga Ibrahim…

Sri Ayu…

Yoga Fathur Rochman…

Farah Razali…

Terdengar nyaring TOA alami dari mulut Bu Eni sang staf sekretariat bagian.

Itulah sederetan nama yang terpanggil lebih dulu pada yudisium tanggal 17 Januari lalu. Melihat track record kedelapan nama di atas, kita semua sudah yakin, mereka bukanlah duta dokter muda dengan nilai terbaik. Justru mereka adalah orang-orang yang tidak mendapat keberuntungan karena memperoleh nilai kurang dari 68. Angka ajaib ini merupakan batas minimal kelulusan yang selalu dikejar oleh setiap dokter muda.

Beberapa menit kemudian, duta dokter muda “tak beruntung” itu keluar dengan air muka yang beragam. Kita semua tahu bahwa hari ini mereka harus belajar keras untuk mempersiapkan remedial besok hari. Berbagai sikap dan empati diucapkan… tapi tak lama karena otak harus memilah konsentrasi untuk yudisium yang tentu saja lulus sampai tiba waktunya pemanggilan nama-nama duta doktermuda ‘sesungguhnya’.

Di antara belasan nama yang dipanggil lebih dulu, siapa sangka di antaranya terselip seorang Susan di sana… gue gitu lho!!! hohoho… tak disangka dan tak dinyana… co cweet… Nah, kalo yang dipanggil duluan disini bukan karena harus remedial, tapi orang-orang yang ‘beruntung’ mendapat nilai lebih tinggi dibanding teman-temannya yang lain. Duh deg-degan nih, nanti sebelum diumumkan kelulusan malah ditanya dulu patofisiologi DHF…

Kenapa sih, dari tadi selalu terselip kata ‘beruntung’ dan kata ‘tidak beruntung’ ? sulit dipercaya sih kalo ga dijalanin, tapi emang itu buktinya. Tidak selamanya orang yang rajin akan medapat nilai tinggi pada saat pendidikan profesi a.k.a. dokter muda a.k.a. ko-ass. Dan bagi yanng tidak punya kemampuan lebih pada otaknya, ya berharap dan berdoa saja semoga dewi fortuna selalu menaunginya. (kayak ngomongin diri sendiri euy!)

Saking kuatnya doktrin keberuntungan ini (gue juga bingung, kalo segitu banyaknya mahasiswa profesi yang nota bene putra-putri terbaik bangsa karena menembus passing grade yang lumayan tinggi saat SPMB alias lumayan pinter ini masih berpikiran ga ilmiah, atau emang mereka ngeliat fakta bahwa sistem penilaian di pendidikan profesi memang punya banyak celah sehingga bisa dimanfaatkan oleh “Lucky Luke” ini) ampe seorang senior yang gue tahu dulu aktif banget meneliti (dengan kata lain, pikirannya rada maju saeutik alias cukup kritis dan pintar) menyambut kedatanganku di rumah sakit dengan wajah bersemu negativistik (bahasa jermannya si haroream) dan bilang : ‘Jadi koas itu harus penuh keberuntungan.’ So, ga usah cape-cape belajar, yang penting pandai memanfaatkan peluang. Pesan ini yang tertanam kuat menjadi Long Term Memory… selainnya? Ga ada isinya tuh di otak ini.

Nah, blok IPD (Ilmu Penyakit Dalam) memang memberikan banyak anugerah kepadaku. Mulai dari mendapat preseptor yang baik ramah dan rajin menerangkan serta sedikit demi sedikit mengajarkan filosofi hidup. Disusul dengan kebaikan bysitter saat ujian dilanjutkan dengan penguji yang ramah dan memberi nilai yang cukup tinggi pula menjadikanku mendapat kehormatan berbaris di jajaran paling depan saat yudisium hari itu, tepat di depan Prof. Rully sebagai kepala bagian dan dr. Fifi sebagai koord. P3D. makin deg-degan nih, takut ditanya trus ketahuan ga bisa.

Setelah seluruh peserta yudisium masuh, Prof Rully memberikan sedikit speech. Gatau juga sih detailnya apa, tapi satu kalimat yang beliau sangat tekankan, yaitu “ There’s no lucky in the world”. Yah, Prof Rully bilang kalo pengen bisa ya harus well-prepared sehingga siap bila mendapat kasus jenis apapun. Ya.. ada benernya juga sih, tapi selama ini alhamdulillah selama menjalani dokter muda gue selalu belajar tepat apa yang dikeluarkan saat ujian. Ga terlalu well-prepared, tapi sungguh skenario Allah yang membuat pikiranku matching dengan pikiran tim pembuat soal.

Back to nama2 indah di atas. Banyak banget cerita kenapa mereka ga lulus. Ada yang emang nilai ujiannya minim banget gara-gara dapet penguji killer, ada juga yang emang karena salah panggil jadi gelagapan ga jelas saat ujian. Walhasil nilainya pun gelagapan. Ada juga yang dapet preseptor rada ‘baik’ n nilainya malah membuat angka-angka si ko-ass makin merosot.

Ironinya, kalau tiap bagian gue selalu mendapat ilham tiap mau ujian, beberapa temen di atas itu memang selalu meleset dari perkiraan. Apa ini yang namanya sial? (lagi-lagi anak efka yang katanya putra-putri terbaik bangsa masih mikir ga ilmiah, ga Cuma percaya keberuntungan, tapi juga percaya sial). So, jangan pernah percaya dengan KEBERUNTUNGAN, tetapi berusahalah dan berjuang supaya Anda tidak SIAL. Hehehe, dengan kata lain gue masih percaya kalo sial itu ada kan? Heuheuheu… udah ah, cape…

-Malemmalemabisbikinvisumfashion-

Tidak ada komentar: